Mengenai Saya
Popular Posts
-
Judul : Pasangan Sempurna Judul Asli : Perfect Match Penulis : Jodi Picoult Alih bahasa : Julanda Tantani Penerbit : PT.Grame...
-
Judul Asli : Red Penulis : Fhily Anastasya Desainer : Chyntia Yanetha Penata Isi : Abdurrahman Penerbit : PT.Grasindo Cetakan...
-
Sebagai pencinta pembaca buku yang biasa-biasa saja, di awal tahun 2015 ini saya mencoba ikut Reading Challenge 2015 dengan berga...
Blogroll
Blog Archive
Category List
Diberdayakan oleh Blogger.
Minggu, 25 Januari 2015
Judul Asli
: Red
Penulis : Fhily
Anastasya
Desainer :
Chyntia Yanetha
Penata Isi
: Abdurrahman
Penerbit :
PT.Grasindo
Cetakan :
I, 2014
Tebal: 306
Halaman
ISBN :
978-602-251-723-8
Sinopsis
Buku :
Top of Form
Bottom of Form
Top of Form
Bottom of Form
Top of Form
Bottom of Form
Pernahkah
kau diduakan?
Arlani
Kayana, gadis 23 tahun, penyuka warna merah yang bekerja di sebuah redaksi
majalah. Mempunyai kenangan buruk dengan lelaki di masa lalunya. Ia selalu
menjadi korban perselingkuhan. Baik itu dengan (mantan) sahabatnya sendiri
ataupun dengan lima orang sekaligus. Dari trauma itulah yang membuat Lani tidak
pernah mau menjalin hubungan yang serius dengan pria.
Ya,
ini sebuah kisah tentang orang yang diduakan...
Suatu
hari atasannya memberikan ia tugas yang membuatnya harus mengorek kembali masa
lalunya yang suram itu. Sebuah perbincangan dengan sahabatnya, Manda membuatnya
melontarkan sebuah candaan yang mungkin akan mengubah takdirnya ke depannya.
Tapi
dari sisi orang kedua itu sendiri...
Takdir
membawanya bertemu kembali dengan seorang lelaki asing ber-tuxedo putih yang
mengajaknya berdansa di sebuah pesta. Lelaki itu malah membawanya pada hubungan
yang tidak bisa diterima oleh logikanya. Tapi hati berhasil mengubah segala
logika yang ada. Namun cinta juga yang membuatnya menjadi lebih runyam.
Karena
terkadang, yang pertama bukan selalu yang utama.
Mampukah
Lani menemukan apa makna “merah” yang sebenarnya seperti yang dikatakan Raga
pada pertemuan pertama mereka?
***Review***
“Mungkin
benar. Cinta itu menyakitkan. Tidak ada yang lebih sakit dari patah hati. Tapi
jika kita ingin belajar untuk mencintai lagi. Kita harus belajar untuk
memberikan kepercayaan lebih dulu” (Hal.255).
Berturut-turut di dua-kan,
pastinya “sakitnya tuh disini” *gaya Cita
Citata*, itulah yang dirasakan Arlani Kayana, gadis yang memfavoritkan warna
merah selama hidupnya. Belum lagi sembuh luka yang dialami Lani, akibat dari Yohan,
kekasih yang dulu affair sama sahabat
sendiri, Lani mencoba menjalin hubungan baru. Sebut saja Nathan lelaki berwajah
oriental, malah dapatnya di lima-kan
oleh dia, tragis memang.. bagaimana itu tidak membuat Lani trauma berhubungan
serius atas apa yang dia alami selama ini. Lani pun mencoba untuk move on. “Tapi bagaimana caranya? Lani berpikir keras. Yang pasti pertama ia
harus punya tekad untuk mau melakukannya. Dan ia memang sudah bertekad. Jadi
saatnya mengambil langkah” (Hal.14).
“Jangan
stuck pada masa lalu!” (Hal.17).
Di suatu pagi, yang menurut Lani
adalah pagi terburuk di tempat ia bekerja. Pasalnya sang bos besar Pak Bob Suganda
memberinya sebuah tugas akhir tahun bertema cinta untuk membuat sebuah artikel Love Story. Lani bingung, kisah cinta
macam apa yang ingin ia tulis, dengan bercanda ia meminta tolong sama
sahabatnya Cyntia Amanda (Manda) “Jadi
begini, aku pengin mencoba. Hm, jadi selingkuhan orang, pengin mencoba rasanya
jadi selingkuhan itu kayak gimana” (Hal.20). Alhasil membuat Manda menyebut
Lani gila karena perkataannya tadi, “Calm
down, Man, aku masih waras kok” (Hal.20), begitu kata Lani untuk meyakinkan
kewarasannya.
Ketika itu, weekend, Manda mengajak Lani ikut serta di acara reunian
teman-teman SMP Manda se-gank (gank
Kolot) di sebuah restoran. Disana Lani berkenalan, berkumpul dengan teman
Manda yang lain yakni Diva, Raisa, Vano, Adrian, Steve serta Raga. Raga itu.. “lelaki tinggi berdada bidang, dengan model
rambut peaked cut dan mata sayunya yang menjadi ciri khasnya…Wajah lelaki itu
sungguh familiar. Sepertinya ia pernah bertemu dengan lelaki itu. Tapi dimana
ya? Lani lupa (Hal.23). Akhirnya ia baru ingat tentang Raga, ternyata dia lelaki
bertuxedo putih yang ia temui di malam
sebuah pesta dansa, yang memanggil Lani dengan sebutan “Gadis Merah” kala itu.
“… cinta
bukan kuasa manusia” (Hal.288).
Lani merasa kesepian saat
kepergian Manda bertugas selama beberapa waktu ke depan, sebagai fotografer keluar negeri atas proyek
akhir tahun Love Story tersebut.
Manda sempat berpesan ke Lani untuk tidak terlalu akrab dengan Raga yang notebene sudah punya pacar bernama Tiaranti
Santika alias Tiara, anak tunggal sang Bos tempat mereka bekerja. Manda takut
kalau-kalau Lani masih serius [bercanda] ingin
menjadi selingkuhan orang.
“Bagaimana
mungkin ada seorang gadis yang mau dijadikan selingkuhan? Bukankah semua gadis
tidak mau dijadikan orang ketiga” (Hal.20).
Secara tidak disengaja Lani
bertemu Raga lagi di sebuah restoran siap saji. Kemudian mereka berbincang dan lunch bersama, dan Lani saat itu menjadi
tahu bahwa Raga bekerja sebagai seorang Volunteer
di UNICEF tanpa digaji, sebuah pekerjaan yang membuat Lani penasaran untuk ikut
mencoba kegiatan tersebut. Juga secara perlahan Lani mulai kagum dengan sosok Diraga
Carakka.
“Bekerja
hanya untuk cari uang itu banyak, tapi kalau bekerja untuk cari pahala di surga
‘kan limited” (Hal.34).
Kedekatan Lani semakin intens dengan Raga, karena sama-sama
mengikuti kegiatan volunteer di
UNICEF tiap weekendnya. Lani sangat
senang dengan kegiatan barunya ini dan bertemu teman-teman rekan sesama UNICEF,
sebut saja Agatha, Manuel, Dazza, Pras serta Fika (sahabat pacar Raga, Tiara).
Dan dalam kegiatan tersebut Lani juga pernah di pertemukan dengan Karen, anak
kecil berwajah innoncent pengidap
ODHA/terinfeksi Aids, yang Lani dan Raga sayangi seperti adik sendiri. Benih-benih
rasa cinta, sayang, perhatian timbul tanpa mereka sadari berdua yang berujung “Hubungan
Tanpa Status”. Bahkan Raga sempat membeberkan sebuah rahasia kepada Lani,
mandat dari almarhum kakaknya, Putra. Ya, sebuah alasan dan kenyataan hidup yang
mempertemukan mereka.
“…hanya
dengan mengedipkan mata, sesuatu akan terjadi dengan perubahan, dan saat kita
menantikannya, meski kita nggak pernah merencanakan hal ini, bisa jadi hal ini
berhubungan dengan masa depan yang nggak pernah bisa kita bayangkan” (Hal.107).
“Cinta
itu buta, karena dia tidak melihat dengan siapa aku jatuh cinta bahkan dengan
pacar orang. Oh konyol! Cinta itu bisu, karena kadang hanya tersimpan di dalam
hati tak bisa diungkapkan. Oh dramatis! Cinta itu tuli, karena tidak bisa
mendengar pertanyaanku tadi. Tidak peduli kepada siapa akan jatuh cinta. Saat
cupid melepas panah asmaranya. Aku tidak bisa menolaknya” (Hal.211).
Sebuah hubungan diam-diam, inilah
awal dari masalah. Manda sangat shock
dan penuh emosi, mengetahui kenyataan cinta terlarang Lani dan Raga, karena dua
orang tersebut merupakan sahabat-sahabatnya, hal ini membuat hubungan
persahabatan mereka merenggang. Lani sangat terpukul sahabatnya menjauh dan
tidak bisa memaafkannya, serta karena Raga tidak bisa membuat keputusan saat
itu.
“Inilah
persahabatan. Kadang pasang, kadang surut. Yang bertahan adalah yang kuat
menghadapi gelombang. Itulah yang dinamakan sahabat sejati” (Hal.255).
Sebenarnya Tiara juga tahu affairnya Raga dan Lani dari informasi
sahabatnya Fika, tetapi dia hanya mendiamkan karena tidak melihat secara
langsung. Tiara hanya bisa meluapkan perasaaan galaunya kepada Fika.
“Menjadi
dewasa memang tidak mudah. Ini adalah sebuah proses dari pendewasaan diri.
Dunia semakin terasa berat untuk dihadapi. Masalah hidup silih berganti. Tapi hidup
tanpa masalah, hambar” (Hal.224).
Sebuah pilihan yang mana akan dijalani Raga?
***
RED ini
katanya (sumber: ucapan terima kasih di buku tsb), awalnya dari tulisan sang
penulis, Fhily Anastasya di Wattpad
(saya belum baca versi asli itu apakah serupa atau ada revisi) yang
terinspirasi dari penggalan lirik penyanyi idola penulis, Taylor Swift dan novelis Nicholas Sparks. Untuk sang
penulis, thanks for giveawaynya,
terus berkarya lagi yaa ;)
To the
point, seandainya saja penokohan dari sudut pandang Raga itu di perbanyak,
agar pembaca (termasuk saya) tidak mengira bahwa Raga itu plin-plan ?. Untuk kedepannya diharapkan jikalau buku ini dicetak
ulang agar lebih diteliti penulisan kata-katanya, lumayanlah tebaran typonya, antara lain:
--Hal.61> Lani yang masih mengenakan piamanya
merasakan dingin itu menebus. [menembus],
Hal.104> Dia nggak salah jatuh kamu,
orangnya baik. [mungkin maksudnya pilih?],
Hal.146> Heh! Jangan kurang ngajar ya jadi
anak. [mestinya kurang ajar ya?],
Hal.105> Tweets
Tiara> tiarantisntika: pen liat pake mata kepala sendiri :( [pengen],
Hal.179> Nggak apa-apa Man, cuma tersendak
doang. [tersedak]. Etc,--
Buku ini memang bertema kisah
cinta segitiga serta pengkhianatan yang manis [Aaa…*gaya suara manja*], dengan ending yang membuat kita ingin meraih tissu, namun di pertengahan chapter ada juga kok yang bikin pembaca ketawa
ngakak :D
picture
copied from: https://www.goodreads.com/book/show/23360912-red
Label:
Fiksi Lokal,
RC 2015,
Review Buku,
ReviewRC2015Jan
|
0
komentar
Rabu, 07 Januari 2015
Judul :
Pasangan Sempurna
Judul Asli
: Perfect Match
Penulis :
Jodi Picoult
Alih
bahasa : Julanda Tantani
Penerbit :
PT.Gramedia Pustaka Utama
Cetakan :
I, Mei 2010
Tebal: 504
Halaman
ISBN :
978-979-22-5768-7
Sinopsis
Buku :
Nina Frost,
pengacara untuk anak-anak yang dianiaya. Bekerja keras memastikan sistem hukum
yang memiliki banyak lubang bisa menahan para pelaku kejahatan di belakang
terali. Tapi ketika anak laki-lakinya yang berusia lima tahun, Nathaniel, mengalami
trauma karena penganiayaan seksual, Nina dan suaminya, Caleb---seorang
pengrajin batu yang tenang dan praktis---hancur, tercabik-cabik dalam amarah
dan keputusasaan di hadapan sistem pengadilan yang menggelikan, sesuatu yang
Nina kenal dengan baik. Dengan mudahnya kejujuran dan pembelaan absolut Nina
dijungkirbalikkan, dan dengan membabi buta dia mencari sendiri keadilan bagi
anaknya---apa pun konsekuensinya, apa pun pengorbanannya.
***Review***
Perfect Match, buku yang
terdiri dari 9 bab dengan 3 bagian alur cerita sangat
mendebarkan menurut saya. Penceritaan tiga tokoh sentral sebuah keluarga di
Maine, yakni Caleb, Nina Maurier Frost dan seorang anak
laki-laki lima
tahun bernama Nathaniel Patrick Frost. Di bagian
pertama, mereka tergambar sebagai keluarga harmonis,
Caleb “Ia perajin batu-- jalan setapak dari bata, perapian, anak tangga
dari granit dan dinding batu” (Hal.18). “Dia pria yang pintar, tapi juga cermat dan berhati-hati” (Hal.19).
Sedangkan
Nina
berprofesi sebagai asisten Jaksa Wilayah,
menangani kasus penganiayaan seksual terutama yang korbannya anak-anak, merupakan pekerjaan yang selalu dicintainya.
Keluarga
tersebut tiba-tiba terusik dengan perubahan anak mereka, Nathaniel
bocah berambut pirang dan bermata coklat itu tidak lagi menjadi biasanya yang
riang dan ceria, malah terlihat
sedikit lesu, mulai ngompol lagi padahal dia sudah bisa
pipis ditoilet selama tiga tahun) dan tak mau berbicara. Nina
merasa ada yang tidak beres dengan anaknya, selain
karena perubahan-perubahan itu serta berdasar pengamatan Miss Lydia (pengajar sekolah), Nathaniel menjadi
agresif disekolah dengan merusak pekerjaan anak-anak lain, dan saat
jam bermain di lapangan Nathaniel terjatuh keras karena mencoba melompat di
ketinggian mainan JungleGym yang
dipanjatmya.
Nina
dan Caleb berupaya memeriksakan Nathaniel
ke tempat praktek dokter anak. Dr.Ortis berpendapat “kadang-kadang apa yang kelihatannya seperti penyakit fisik
ternyata bukan penyebabnya” (Hal.54), dan mengusulkan
untuk memeriksakan Nathaniel lebih lanjut ke dokter spesialis, tepatnya Psikiater Dr.
Christine Robichaud di Portland. “Nathaniel sedang mengalami kelainan somatoform, yang membuatnya bisu tanpa ada penyebab fisik” (Hal.74), menurut diagnosa Dr.Robichaud. Di saat orangtuanya berbincang dengan dokter tersebut, Nathaniel yang sudah
mulai merasa
bosan dengan
aktivitas mewarna dengan krayon-krayon, dia melihat sebuah boneka anak laki-laki. “Di atas pangkuannya, dia memegangi boneka yang ditelungkupkan. Dengan
tangan lain, dia menusukkan krayon di pantat boneka itu” (Hal.58). Walaupun tanpa bicara, perasaan dan hati orangtua mana
yang tidak perih melihat bukti
nyata kebenaran yang diperlihatkan seorang anak lima tahun,
Nathaniel ternyata dilukai secara seksual.
Dr.Robichaud kemudian meneruskan informasi ini ke Monica LaFlamme, seorang petugas bagian
Penganiayaan Anak di Bureau of Children untuk ditindaklanjuti sebagai kasus.
“Aku
pernah bertemu para penganiaya anak-anak. Mereka tidak mengenakan tanda, merek,
atau tato yang menunjukkan perbuatan mereka. Semuanya tersembunyi, di balik
senyum kebapakan yang ramah; tersimpan di belakang kemeja yang terkancing rapi.
Mereka tampak seperti kebanyakan dari kita, dan justru itulah yang sangat
menakutkan—mengetahui monster-monster itu bergerak di antara kita, dan kita tak
bisa mengenali mereka” (hal.105).
Nina berusaha membangun komunikasi
dengan Nathaniel yang mendadak bisu melalui bahasa isyarat berbekal panduan
Buku Isyarat Amerika. Sayangnya dugaan tersangka mengarah kepada Caleb, saat Nathaniel berulangkali mengisyaratkan kata “bapak” dengan
tangannya, padahal Caleb sendiri mencurigai Patrick Ducharme, seorang Detektif di Biddeford
sekaligus sahabat dekat Nina sebagai pelakunya. Karena berbagai dugaan keluarga tersebut mulai pecah, Nathaniel pun frustasi karenanya, dalam hatinya yang dia maksudkan bukan
itu. Di ruang
praktek Dr.Robichaud Nathaniel merobek-robek Buku Isyarat
Amerikanya
dengan kesal dan tertegun melihat kertas yang judulnya ada Simbol-simbol Religius, akhinya gambar isyarat inilah yang dia cari dan ingin ditunjukkan.
Dengan
bantuan
kepolisian setempat serta Letnan Patrick (seseorang yang mencintai
Nina diam-diam
semenjak kecil), kasus
tersebut mulai ada titik terangnya dan pedofil tersebut ditahan walaupun
menyangkal. Terdakwa sampai pada persidangan penuntutan
perdana pada tanggal 13 Oktober 2001 untuk diadili,
sayang
Nina bertindak sendiri
dan spontan saat terdakwa memasuki tempat, menembak terdakwa dengan empat
peluru secara bertubi-tubi.
“Aku melakukan apa yang harus kulakukan” (hal.179)
sahut Nina kepada Patrick.
***
“Ubahlah
sudut pandangmu, dan perfektifmu akan benar-benar berbeda” (Hal.9).
“Merasa
dikhianati, patah hati, dan merasakan kepedihan putranya, dia mulai kehilangan
pegangan atas apa yang yang benar dan apa yang salah ”(Hal.391).
“Kita
semua diajari untuk mempertahankan diri, kita semua diajari untuk membela
orang-orang yang kita sayangi” (Hal. 469).
Alur
bagian kedua dan ketiga tidak kalah mengejutkan dan mengaduk emosi, juga ada beberapa tokoh terbaru yang dimunculkan sehingga menambah
kayanya jalan cerita. Dengan riset yang matang, Jodi Picoult pandai membuat konflik
di buku ini, sehingga pembaca dibuat penasaran untuk segera menuntaskan per
babnya. Bagaimana
dengan kehidupan Nina, Caleb dan Nathaniel sebagai
sebuah keluarga pasca
kejadian itu?, Apakah Nathaniel dapat berbicara kembali dan menghilangkan traumanya?, Bagaimana dengan Patrick, sahabat
sekaligus laki-laki yang juga mencintai Nina, apakah berhasil merebut hatinya?
“Setidaknya,
rasa iri muncul karena menginginkan sesuatu yang bukan milikmu. Tapi rasa sedih
muncul karena kehilangan sesuatu yang tadinya kau miliki” (Hal.403).
Dan
sedikit kekurangan dari buku ini, terdapat typo di Hal. 218 disebutkan uang
jaminan terbilang sepuluh ribu dollar, padahal di Hal. 215 ditulis dan
dtetapkan sebesar 100.000 dollar. Adapun pelajaran yang dapat ditangkap dari
buku ini:
1)
Dalam kehidupan bersosial anak-anak dengan orang lain, baik yang sudah dikenal,
maupun yang baru dikenal, sebaiknya orangtua memberikan sedikit pengetahuan
tentang pendidikan seksual [dengan bahasa yang dipahami anak tentunya], agar
anak-anak bisa berhati-hati dalam menjaga diri,
2)
Dalam bertindak, berpikir panjanglah dahulu dan pikirkan juga sebab-akibat yang
terjadi nantinya.
Untuk pembaca yang biasa suka menikmati
cerita yang sedikit serius dengan tema drama keluarga hubungan ibu-anak,
memuat romance dan detektif,
serta bersinggungan dengan dunia hukum dan medis, buku ini saya
rekomendasikan untuk Anda baca :)
Label:
Fiksi Terjemahan,
RC 2015,
Review Buku,
ReviewRC2015Jan
|
8
komentar
Langganan:
Postingan (Atom)